Allah
memposisikan orang-orang yang sabar dalam posisi yang mulia, banyak dinyatakan
didalam ayat-ayat Al qurán bahwa Allah bersama dengan orang-orang yang sabar,
Allah mencintai orang-orang yang sabar.
Ada 3 macam sabar, yaitu:
1. Sabar dalam ketaatan
2. Sabar dalam kemaksiatan
Kedua sabar diatas terkait dengan ikhtiar, kemudian
3. Sabar dalam menerima cobaan
Sering presepsi manusia berada pada point ini
Dan 3 macam
tingkatan sabar:
1. Sabar untuk meninggalkan Hawa Nafsu setingkat dgn
orang yang bertaubat
2. Sabar atas apa yang menimpa setingkat dgn orang yang
Zuhud
3. Mencintai apa yang diperbuat Tuhan terhadap diri kita
setingkat dengan orang yang Siddiq.
Bahkan
ketika usaha kita untuk bersabar tidak dirasakan berat maka sdh termasuk SABAR
Penjabaran
dari 3 macam sabar:
1. Sabar dalam Ketaatan
Pada dasarnya manusia memiliki 2 macam keadaan, yaitu:
- Sesuai dengan Hawa Nafsu Keadaan ini paling sulit u/
dikendalikan, shg kerap kali manusia menjadi melampui batas. Sabar dalam
kesenangan lebih sulit dibandingkan ketka kita dalam keadaan sulit/ tertimpa
musibah. Orang miskin lebih mudah bersabar dibandingkan orang kaya. Oleh karena
itu harus bisa mengontrol diri
- Tdk sesuai dgn Hawa Nafsu Terkait dgn ikhtiar. Ketaatan
merupakan lawan dr Hawa Nafsu, karena sebenarnya tabiat jiwa manusia tidak suka
pada ubudiyah tapi lebih menyukai rubbubiyah.
2. Sabar dalam kemaksiatan
Hal ini juga terkait dgn ikhtiar manusia, seperti yang
terdapat didalam Q.S. 16:90
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan
berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat dan Allah melarang dari
perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu
agar kamu dapat mengambil pelajaran’’.
Namun
kemaksiatan itu sendiri pada dasarnya sesuai dengan dorongan Hawa Nafsu.
3. Sabar dalam menerima cobaan
Point
ini terlepas dari ikhtiar manusia. Dalam sebuah Hadist yang diriwayatkan oleh
Ibnu Abbas, ´´Sabar pada benturan pertama memiliki 900 tingkatan…“.
Sabar
merupakan barang dagangan para Nabi. Dalam sebuah kisah Rasulullah menyuruh
seorang ibu u/ bersabar atas kematian anaknya dimana ia meraung dan menangis
menjerit. Namun ia malah berkata, “Engkau tidak mengerti kepedihanku“. Kemudian
Rasulullah pergi. Dan salah seorang sahabat menegur ibu tsbt, ‘’Tahukah kau
siapa yang barusan memberikanmu nasihat? Ia adalah Rasulullah’’. Kemudian ibu
tsbt pergi mengejar Rasulullah dan mengatakan,’’Ya Rasulullah aku sabar, aku
ridho’’. Tapi Rasulullah mengatakan,’’Sabar itu adalah pada benturan yang
pertama’’.
‘’Tidaklah
seorang hamba yang ditimpa musibah melainkan ia mengucapkan Innalillahi wa inna
illaihi roojiún’’
(H.R. Muslim)
Derajat Sabar ialah dgn tidak ada kebencian (tidak
mempertanyakan) terhadap musibah yang menimpa. Sehingga yang harus ditampakkan
adalah RIDHO, bahwa semua yang terjadi adalah atas kehendak-Nya. Sabar yang
baik adalah bila orang yang tertimpa musibah tersebut tidak diketahui oleh
orang lain (ia tidak mengumbar perihal musibahnya tsbt ke orang lain). Dan
tidak dikeluarkan dari kata sabar apabila dgn linangan air mata.
Allahlah yang menurunkan penyakit dan memberikannya obat.
Setiap penyakit diperlukan ilmu dan amal. Agama dan ilmu merupakan jalan keluar
dari setiap permasalahan yang ada.
Cara memperkuat/menumbuhkan sabar:
- Bermujahadah (bersungguh-sungguh); dengan pengetahuan
yang kuat akan memperkuat agama dan iman
- Melatih dorongan Agama u/ melawan dorongan Hawa Nafsu;
diperlukan PEMBIASAAN, seperti pembiasaan pada anak kecil juga dgn kekuatan
agama
SYUKUR
Dalam sebuah hadist dikatakan:
`Sungguh hebat perkara orang mu´min, ketika diberi cobaan
ia bersabar dan ketika diberi nikmat ia bersyukur`
Syukur berarti tidak hanya dalam hati mengakui tapi juga
dalam ibadah dan amal perkataan.
Agar
dapat bersyukur diperlukan:
1.
Ilmu
2.
Kondisi spiritual
3.
Amal perbuatan
Pemberi segala nikmat adalah ALLAH, namun seringkali kita
menganggap bahwa semua itu karena diri sendiri dan mengenyampingkan Allah.
Bersyukur bukan tentang nikmat yang diberikan, tapi bersyukur kepada pemberi
nikmat itu sendiri. Kita memberikan kegembiraan kita kepada pemberi nikmat akan
nikmat tsbt. Namun seringkali syukur kita masih ditempatkan kepada nikmat &
pemberian nikmat tsbt, bukan kepada ALLAH
Sumber: Tazkiyatun Nafs
No comments:
Post a Comment