Thursday 24 January 2013

10 Amalan Ringan Pembuka Jalan Menuju Surga

Allah dan Rasul-Nya banyak menyebutkan ganjaran surga dan mengancam dengan adzab neraka untuk memotivasi umat-Nya untuk banyak beramal shalih dan menjauhi segala larangan-Nya. Di samping itu Allah pun telah mengabarkan sifat-sifat surga dan neraka untuk lebih meningkatkan keinginan manusia untuk meraih surga dan menjauhi neraka.

Di antara kenikmatan surga, Allah berfirman dalam sebagian ayat-ayat-Nya:

عَلَى سُرُرٍ مَوْضُونَةٍ – مُتَّكِئِينَ عَلَيْهَا مُتَقَابِلِينَ – يَطُوفُ عَلَيْهِمْ وِلْدَانٌ مُخَلَّدُونَ – بِأَكْوَابٍ وَأَبَارِيقَ وَكَأْسٍ مِنْ مَعِينٍ – لا يُصَدَّعُونَ 
عَنْهَا وَلا يُنْزِفُونَ – وَفَاكِهَةٍ مِمَّا يَتَخَيَّرُونَ – وَلَحْمِ طَيْرٍ مِمَّا يَشْتَهُونَ – وَحُورٌ عِينٌ – كَأَمْثَالِ اللُّؤْلُؤِ الْمَكْنُونِ

“Mereka berada di atas dipan yang bertahtakan emas dan permata, seraya bertelekan di atasnya berhadap-hadapan. Mereka dikelilingi oleh anak-anak muda yang tetap muda, dengan membawa gelas, cerek dan sloki (piala) berisi minuman yang diambil dari air yang mengalir, mereka tidak pening karenanya dan tidak pula mabuk, dan buah-buahan dari apa yang mereka pilih, dan daging burung dari apa yang mereka inginkan. Dan (di dalam surga itu) ada bidadari-bidadari yang bermata jeli, laksana mutiara yang tersimpan baik.” (QS al-Waqi’ah: 15-23)

Dalam sebuah hadits, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah Ta’ala berfirman, ‘Surga itu disediakan bagi orang-orang sholih, kenikmatan di dalamnya tidak pernah dilihat oleh mata, tidak pernah didengar oleh telinga, dan tidak pula pernah terlintas dalam hati.’ Maka bacalah jika kalian menghendaki firman Allah Ta’ala (yang artinya), ‘Tak seorangpun mengetahui berbagai nikmat yang menanti, yang indah dipandang sebagai balasan bagi mereka, atas apa yang mereka kerjakan.’” (QS. As Sajdah [32] : 17) (HR. Bukhari & Muslim)

Maka membayangkan seberapa besar kenikmatan surga – dan sesungguhnya lebih indah dari yang bisa kita bayangkan – tentu menjadi motivasi kuat bagi orang yang beriman untuk meraihnya. Dan ini adalah bagian dari keimanan terhadap hari akhir dan iman kepada Allah Ta’ala.

Yusuf bin Abdullah bin Yusuf al-Wabil penulis kitab Asyratus Sa’ah (Tanda-tanda Hari Kiamat) berkata, [“Sesungguhnya percaya kepada Allah, hari akhir, pahala serta siksaan memberi arah yang nyata terhadap perilaku manusia untuk berbuat kebaikan. Tidak ada undang-undang ciptaan manusia yang mampu menjadikan perilaku manusia tetap tegak dan lurus seperti beriman kepada hari akhir

Oleh karena itu, dalam masalah ini akan ada perbedaan perilaku antara (orang yang tak beriman kepada Allah dan hari akhir) dengan orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir serta dia mengetahui bahwa dunia adalah tempat simpanan akhir sedang amal shalih adalah bekal untuk akhirat, sebagaimana firman Allah:

وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى
“...Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa ...” (QS al-Baqarah: 197)
Dan sebagaimana komentar sahabat Umair Ibnu Hamam, “Menuju kepada Allah tak ada bekal lain kecuali takwa, amal akhirat dan sabar karena Allah dalam perjuangan. Dan semua bekal akan habis kecuali takwa, berbuat baik dan mencari petunjuk.”

Nampak perbedaan antara perilaku orang beriman dengan yang tidak beriman kepada Allah, hari akhir, pahala dan siksaan. Maka bagi orang yang percaya hari pembalasan dia akan berbuat dengan melihat kepada timbangan langit, bukan timbangan bumi. Dan dia akan melihat hisab akhirat, bukan hisab dunia. Dia akan mempunyai perilaku tersendiri dalam kehidupan. Kita akan melihatnya istiqamah dan dalam berpikir, iman, tabah dalam kesulitan, sabar atas bencana demi mencari pahala, dan dia mengerti bahwa apa yang ada di sisi Allah itu lebih baik dan lebih kekal.”]

Jalan menuju surga memang dipenuhi onak dan duri. Akan tetapi sesungguhnya ada banyak amalan-amalan yang mudah dilakukan namun Allah membalasnya dengan ganjaran yang sangat besar. Berikut ini disajikan beberapa amalan yang insya Allah ringan diamalkan namun bisa membawa pelakunya ke surga.

1. Berdzikir Kepada Allah

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

كَلِمَتَانِ خَفِيفَتَانِ عَلَى اللِّسَانِ ، ثَقِيلَتَانِ فِى الْمِيزَانِ ، حَبِيبَتَانِ إِلَى الرَّحْمَنِ سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ ، سُبْحَانَ اللَّهِ الْعَظِيمِ

“Ada dua kalimat yang ringan bagi lisan, berat dalam mizan (timbangan amal) dan dicintai ar-Rahmaan: ‘Subhanallahu wa bihamdih’ (Maha Suci Allah dan dengan pujian-Nya kami memuji) ‘Subhanallah al-Azhiim’ (Maha Suci Allah Dzat Yang Maha Agung).” (HR Bukhari dan Muslim)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda:

لَأَنْ أَقُوْلَ: (سبحان الله والحمد لله ولا إله إلا الله والله أكبر) أَحَبُّ إِلَيَّ مِمّا طَلَعَتْ عَلَيْهِ الشَّمْسُ

“Saya membaca: ‘Subhanallah wal hamdulillah wa laa ilaaha illallah wallahu akbar’, sungguh aku lebih cintai daripada dunia dan seisinya.” (HR Muslim no 2695 dan at-Tirmidzi)

Dalam hadits lain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda:
مَا عَمِلَ آدَمِيٌّ عَمَلًا أَنْجَى لَهُ مِنْ عَذَابِ اللَّهِ مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ
“Tidaklah seorang manusia mengamalkan satu amalan yang dapat menyelamatkannya dari adzab Allah melainkan dzikir kepada Allah.” (HR ath-Thabrani dengan sanad yang hasan dan al-Allamah Ibnu Baz menjadikannya hujjah dalam kitab Tuhfah al-Akhyaar)

2. Meridhai Allah, Islam dan Rasulullah

مَا مِنْ عَبْدٍ مُسْلِمٍ يَقُولُ حِينَ يُصْبِحُ وَحِينَ يُمْسِي ثَلَاثَ مَرَّاتٍ رَضِيتُ بِاللَّهِ رَبًّا وَبِالْإِسْلَامِ دِينًا وَبِمُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَبِيًّا إِلَّا كَانَ حَقًّا عَلَى اللَّهِ أَنْ يُرْضِيَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Tidaklah seorang hamba muslim mengucapkan pada saat dia memasuki waktu pagi dan memasuki waktu petang: ‘radhiitu billahi rabba, wa bil islaami diina wa bi muhammad shallallahu ‘alaihi wa salam nabiya (aku ridha Allah sebagai Rabb-ku, Islam sebagai agamaku, dan Muhammad sebagai Nabi-ku)’ sebanyak tiga kali, melainkan merupakan hak bagi Allah untuk meridhainya pada hari kiamat kelak.” (HR Ahmad dan dihasankan oleh al-Allamah Ibnu Baz dalam kitab Tuhfah al-Akhyaar)

3. Menuntut Ilmu Syar’i

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda:

مَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللهُ لَهُ طَرِيْقًا إِلَى الْجَنَّةِ

“Barangsiapa menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR Muslim no 2699)

4. Menahan Marah

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda:

مَنْ كَظَمَ غَيْظًا وَهُوَ يَسْتَطِيعُ عَلَى أَنْ يُنَفِّذَهُ دَعَاهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى رُءُوسِ الْخَلاَئِقِ حَتَّى يُخَيِّرَهُ فِي اَيِّ الْحُورِ شَاءَ

“Barangsiapa yang menahan amarahnya padahal dia mampu untuk melampiaskannya, niscaya Allah akan memanggilnya pada hari kiamat di hadapan para makhluk sampai Allah memilihkan untuknya bidadari-bidadari yang dia suka.” (Dihasankan oleh Imam at-Tirmidzi dan disepakati oleh Syaikh al-Albani)

5. Membaca Ayat Kursi

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda:
مَنْ قَرَأَ آيَةَ الْكُرْسِي دُبُرَ كُلِّ صَلاَةٍ لَمْ يَمْنَعُهُ مِنْ دُخُوْلِ الْجَنَّةَ إِلاَّ أَنْ يَمُوْتَ

“Barangsiapa yang membaca Ayat Kursi setiap selesai shalat, maka tidak ada yang dapat menghalanginya untuk masuk surga kecuali jika dia mati.” (HR an-Nasaa’i dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani)
Maksudnya adalah jika dia mati, dia akan masuk surga dengan rahmat dan karunia Allah ‘Azza wa Jalla.

6. Menyingkirkan Gangguan di Jalan

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda:

لَقَدْ رَأَيْتُ رَجُلاً يَتَقَلَّبُ فِي الجَنَّةِ فِي شَجَرَةٍ قَطَعَهاَ مِنْ ظَهْرِ الطَّرِيقِ كَانَتْ تُؤْذِي النَّاسَ

“Sungguh aku telah melihat seorang lelaki mondar-mandir di dalam surga dikarenakan sebuah pohon yang dia tebang dari tengah jalan yang selalu mengganggu manusia” (HR. Muslim)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda:

مَرَّ رَجُلٌ بِغُصْنِ شَجَرَةٍ عَلَي ظَهْرِ طَرِيقٍ فَقَالَ وَاللهِ لأُنَحِّيَنَّ هَذَا عَنْ المُسْلِمِينَ لَا يُؤذِيهِمْ فَأُدْخِلَ الجَنَّةَ

“Ada seorang lelaki berjalan melewati ranting pohon yang ada di tengah jalan, lalu dia berkata, ‘Demi Allah, sungguh aku akan singkirkan ranting ini dari kaum muslimin agar tidak menganggu mereka.’ Maka dia pun dimasukkan ke dalam surga.” (HR Muslim)

7. Membela Kehormatan Saudaranya di Saat Ketidakhadirannya

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda:

مَنْ رَدَّ عَن عِرْضِ أَخِيهِ رَدَّ اللهُ عَن وَجْهِهِ النَّارَ يَوْمَ القِيَامَةِ

“Barangsiapa membela harga diri saudaranya, niscaya pada hari kiamat Allah akan memalingkan wajahnya dari api neraka.” (Dihasankan oleh Imam at-Tirmidzi dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani)

Dalam hadits lain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda,

مَنْ وَقَاهُ اللهُ شَرَّ مَا بَيْنَ لَحيَيْهِ وَ شَرَّ مَا بَيْنَ رِجْلَيْنِ دَخَلَ الجَنَّةَ

“Barangsiapa yang Allah lindungi dari keburukan apa yang ada di antara kedua rahangnya (yaitu mulut) dan keburukan yang ada di antara dua pahanya (yaitu kemaluannya), niscaya dia akan masuk surga.” (Dihasankan oleh Imam at-Tirmidzi dan disepakati oleh Syaikh al-Albani)

8. Menjauhi Debat Kusir Walaupun Benar

Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam:

أَنَا زَعِيمٌ بِبَيْتٍ فِي رَبَضِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَإِنْ كَانَ مُحِقًّا وَبِبَيْتٍ فِي وَسَطِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْكَذِبَ وَإِنْ كَانَ مَازِحًا وَبِبَيْتٍ فِي أَعْلَى الْجَنَّةِ لِمَنْ حَسَّنَ خُلُقَهُ

“Aku akan menjamin sebuah rumah di dasar surga bagi orang yang meninggalkan debat meskipun dia berada dalam pihak yang benar. Dan aku menjamin sebuah rumah di tengah surga bagi orang yang meninggalkan dusta meskipun dalam keadaan bercanda. Dan aku akan menjamin sebuah rumah di bagian teratas surga bagi orang yang membaguskan akhlaknya.” (HR Abu Dawud dan dihasankan oleh Syaikh al-Albani)

9. Berwudhu’ Lalu Shalat Dua Raka’at

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda,”Tidaklah seorang muslim berwudhu’ lalu dia baguskan wudhu’nya, kemudian dia berdiri shalat dua raka’at dengan menghadapkan hatinya dan wajahnya pada kedua raka’at itu, melainkan surga wajib baginya.” (HR Muslim)

10. Pergi Shalat ke Masjid

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda, “Berikanlah kabar gembira bagi orang-orang yang berjalan di dalam kegelapan untuk menuju masjid, mereka akan mendapatkan cahaya yang sempurna pada hari kiamat.” (HR Abu Dawud dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam juga bersabda, “Barangsiapa yang pergi ke masjid atau pulang dari masjid, niscaya Allah akan persiapkan baginya nuzul di dalam surga setiap kali dia pergi dan pulang.” (HR Bukhari dan Muslim)
Imam an-Nawawi berkata, “Nuzul adalah makanan pokok, rizki dan makanan yang dipersiapkan untuk tamu.”


Manfaat dan Keutamaan Ayat Kursi

Dari Ubay bin Ka’ab radhiallahu ‘anhu bahwasanya ia memiliki lumbung kurma yang terus berkurang tanpa tahu apa penyebabnya. Pada suatu malam ia pun menjaganya, lalu ia mendapati seekor binatang melata yang menyerupai anak kecil yang baru beranjak dewasa. 

Ubay mengucapkan salam kepada anak tersebut dan anak itu menjawab salamnya.
 Ubay bertanya, “Siapa Anda? Jin atau manusia?” 
Anak itu menjawab, “Jin.” Ubay berkata, 
 “Tunjukkan tanganmu!” Kemudian anak itu menunjukkan tangannya, ternyata tangannya serupa dengan tangan anjing dan bulunya pun seperti bulu anjing.
Ubay bertanya lagi, “Apakah ini wujud dari jin?” 
Jin itu menjawab, “Bangsa jin telah mengetahui bahwa tidak ada di antara mereka yang lebih kuat dariku.” Ubay bertanya, “Apa yang menyebabkanmu datang ke sini?” 
Jin itu menjawab, “Telah sampai berita kepadaku bahwa kamu suka bersedekah, maka kami datang untuk mencuri makananmu.” 
Ubay berkata, “Apa yang bisa menyelamatkan kami dari kalian?” 
Jin itu menjawab, “Ayat ini yang berada di dalam surat al-Baqarah: Allaahu laa ilaaha illa huwal Hayyul Qayyuum…” Barangsiapa membacanya pada sore hari, niscaya ia akan dilindungi dari kami sampai pagi dan barangsiapa yang membacanya di pagi hari, niscaya ia akan dilindungi dari kami sampai sore.”

Pagi harinya Ubay mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menceritakan peristiwa tersebut. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Makhluk buruk itu telah berkata benar.” [HR an-Nasai dan at-Thabrani. Dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahiihut Targhiib]

Nash ini menunjukkan akan kuatnya pengaruh Ayat Kursi dalam menjaga hamba, mengusir syaithan dan menjauhkan mereka dari suatu tempat serta melindungi dari tipu daya dan kejahatan mereka. Jika anda membacanya pada peristiwa-peristiwa yang ditimbulkan oleh  syaithan, pasti anda bisa menolaknya, sebagaimana yang ditegaskan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah di beberapa tempat dalam kitab-kitabnya.
Beliau berkata dalam kitab al-Furqaan: “Jika anda dengan tulus membaca Ayat Kursi (pada peristiwa-peristiwa yang ditimbulkan oleh syaithan) dengan benar, niscaya hal itu akan sirna. Sesungguhnya tauhid dapat mengusir syaithan.” [Al-Furqaan baina Auliyaa’ir Rahmaan wa Auliyaa’isy Syaithaan hal. 146]

Ia juga berkata, “Jika seseorang membacanya dengan benar pada peristiwa-peristiwa yang ditimbulkan oleh syaithan, niscaya ia bisa membuatnya sirna.” [ibid hal. 140]

Dalam kitab Qaa’idah Jaliilah fit Tawassul wal Waasilah, beliau berkata, “Hendaklah ia membaca Ayat Kursi dengan tulus. Jika ia telah membacanya, niscaya hal itu akan sirna terbenam ke dalam bumi atau terhalangi.” [Qaa’idah jaliilah hal. 28]

Beliau berkata, “Orang-orang yang ikhlas dan beriman tidak dapat diganggu (dikuasai) oleh syaithan-syaithan. Oleh karena itu mereka akan lari dari rumah yang dibacakan di dalamnya Surat al-Baqarah. Mereka juga lari dari Ayat Kursi, ayat terakhir dari Surat al-Baqarah dan ayat-ayat pilihan lainnya dari al-Qur’an. Di antara kalangan jin ada yang memberitakan peristiwa-peristiwa yang akan terjadi di masa yang akan datang kepada para dukun dan yang lainnya dari apa yang mereka dapat curi dengar. Dahulu terdapat banyak dukun di negeri Arab. Namun ketika tauhid tampak dominan, para syaithan pun lari dan sirnalah atau berkuranglah jumlah para dukun. Kemudian hal itu muncul di daerah-daerah yang tidak tampak pengaruh tauhid di dalamnya.” [An-Nubuwwat I/280]

Beliau juga berkata, “Peristiwa-peristiwa yang ditimbulkan oleh syaithan seperti ini akan sirna dan semakin melemah jika disebutkan nama Allah, tauhid kepada-Nya, dan dibacakan ayat-ayat pilihan dari al-Qur’an. Terutama Ayat Kursi, sesungguhnya bacaan itu dapat menghilangkan seluruh keanehan-keanehan yang ditimbulkan oleh syaithan.” [ibid I/283]

Anjuran untuk memperbanyak membacanya, sebagaimana yang terdapat dalam as-Sunnah, merupakan suatu bukti akan kebutuhan mendesak seorang muslim terhadap ayat ini, juga terhadap tauhid dan pengagungan kepada Allah yang terandung di dalamnya. Tidak akan ada kebatilan yang bisa tegak di hadapannya, bahkan ia akan menghancurkan tiang-tiangnya, menggoncangkan bangunannya, menceraiberaikan persatuannya, serta menghilangkan wujudnya dan seluruh dampaknya.

Nash yang lalu memberikan pengertian kepada kita mengenai disunnahkannya bagi seorang muslim membaca ayat ini delapan kali setiap hari dan malam; dua kali pada pagi dan sore hari, sekali ketika hendak tidur, dan lima kali setelah menunaikan shalat lima waktu. Ketika seorang muslim telah dimudahkan dalam mengulang-ulang ayat ini, diiringi dengan menghadirkan hati untuk memahami makna dan maksud yang terkandung di dalamnya, serta merenungi tujuan dan sasarannya, maka kadar tauhid yang terdapat di dalam hatinya akan semakin kuat dan ikatannya pun akan semakin kokoh. Niscaya dengan tauhid ini ia telah berpegang dengan tali yang kokoh, yang tidak akan putus sebagaimana dijelaskan dalam ayat setelah Ayat Kursi ini.

Yang diharapkan bukanlah hanya membaca tanpa merenungi maknanya, juga bukan mengulang saja tanpa mengkaji maksud dan tujuannya. Allah berfirman mengenai keumuman al-Qur’an, “Apakah mereka tidak mau merenungi (makna ayat-ayat) al-Qur’an?…” (QS. An-Nisaa: 82)

Maka bagaimana terhadap ayat yang paling agung dan paling utama, yaitu Ayat Kursi? Jika tidak ada perenungan terhadap maknanya, akan menjadi lemahlah pengaruhnya dan sedikit pula manfaatnya. Baru saja berlalu dari kita pernyataan Syaikhul Islam: “Jika ia membacanya dengan tulus…” secara berulang-ulang. Ini beliau ucapkan sebagai peringatan bahwa hanya membacanya saja tidak dengan sendirinya bisa meraih maksud yang diinginkan. Adalah sangat berbeda antara orang yang membacanya dengan hati yang lalai dengan orang yang membacanya sambil memikirkan kandungan maknanya yang agung dan maksudnya yang penuh berkah, yaitu berupa tauhid dan pengagungan terhadap Allah. Dengan demikian hatinya menjadi penuh dengan tauhid dan makmur dengan keimanan dan pengagungan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Membacanya berulang-ulang disertai perenungan terhadap maknanya mengandung manfaat yang besar dan penting yang banyak ditinggalkan oleh banyak orang. Ketahuilah, hal itu karena pentingnya mengingat tauhid dan mengingatkan kembali pilar-pilarnya, menghunjamkan akar-akarnya ke dalam hati dan melapangkan wilayah di dalamnya. Berbeda dengan orang yang meremehkan tauhid dan enggan mengkajinya. Ia beranggapan bahwa cukup dengan mempelajarinya dalam beberapa menit dan beberapa saat, sehingga tidak perlu mengingatnya terus menerus dan mengkajinya dengan kajian yang konsisten.


Tuesday 22 January 2013

Pengemis Buta Dan Rasulullah SAW

Di sudut pasar Madinah ada seorang pengemis Yahudi buta yang setiap harinya selalu berkata kepada setiap orang yang mendekatinya, Wahai saudaraku, jangan dekati Muhammad, dia itu orang gila, dia itu
pembohong, dia itu tukang sihir, apabila kalian mendekatinya maka kalian akan dipengaruhinya.

Namun, setiap pagi Muhammad Rasulullah SAW mendatanginya dengan membawakan makanan, dan tanpa berucap sepatah kata pun Rasulullah SAW menyuapkan makanan yang dibawanya kepada pengemis itu sedangkan pengemis itu tidak mengetahui bahwa yang menyuapinya itu adalah Rasulullah SAW. Rasulullah SAW melakukan hal ini setiap hari sampai beliau wafat.

Setelah wafatnya Rasulullah SAW, tidak ada lagi orang yang membawakan makanan setiap pagi kepada pengemis Yahudi buta itu. Suatu hari sahabat terdekat Rasulullah SAW yakni Abubakar RA berkunjung ke rumah anaknya Aisyah RA yang tidak lain tidak bukan merupakan isteri Rasulullah SAW dan beliau bertanya kepada anaknya itu, Anakku, adakah kebiasaan kekasihku yang belum aku kerjakan?

Aisyah RA menjawab,Wahai ayah, engkau adalah seorang ahli sunnah dan hampir tidak ada satu kebiasaannya pun yang belum ayah lakukan kecuali satu saja. Apakah Itu?, tanya Abubakar RA.
Setiap pagi Rasulullah SAW selalu pergi ke ujung pasar dengan membawakan makanan untuk seorang pengemis Yahudi buta yang ada disana, kata Aisyah RA.

Keesokan harinya Abubakar RA pergi ke pasar dengan membawa makanan untuk diberikan kepada pengemis itu. Abubakar RA mendatangi pengemis itu lalu memberikan makanan itu kepadanya. Ketika Abubakar RA mulai menyuapinya, sipengemis marah sambil menghardik, Siapakah kamu?
Abubakar RA menjawab, Aku orang yang biasa (mendatangi engkau).
Bukan! Engkau bukan orang yang biasa mendatangiku, bantah si pengemis buta itu.

Apabila ia datang kepadaku tidak susah tangan ini memegang dan tidak susah mulut ini mengunyah.
Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menyuapiku, tapi terlebih dahulu dihaluskannya makanan tersebut,
setelah itu ia berikan padaku, pengemis itu melanjutkan perkataannya.

Abubakar RA tidak dapat menahan air matanya, ia menangis sambil berkata kepada pengemis itu,
Aku memang bukan orang yang biasa datang padamu. Aku adalah salah seorang dari sahabatnya, orang yang mulia itu telah tiada. Ia adalah Muhammad Rasulullah SAW.

Seketika itu juga pengemis itu pun menangis mendengar penjelasan Abubakar RA, dan kemudian berkata, Benarkah demikian? Selama ini aku selalu menghinanya, memfitnahnya, ia tidak pernah memarahiku sedikitpun, ia mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi, ia begitu mulia....


Pengemis Yahudi buta tersebut akhirnya bersyahadat di hadapan Abubakar RA saat itu juga dan sejak hari itu menjadi muslim.

Nah, wahai saudaraku, bisakah kita meneladani kemuliaan akhlaq Rasulullah SAW?
Atau adakah setidaknya niatan untuk meneladani beliau?
Beliau adalah ahsanul akhlaq, semulia-mulia akhlaq.

Kalaupun tidak bisa kita meneladani beliau seratus persen, alangkah baiknya kita berusaha meneladani sedikit demi sedikit, kita mulai dari apa yang kita sanggup melakukannya.

Saturday 19 January 2013

Airmata Rasulullah SAW

Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam. 'Bolehkah saya masuk?' tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk, 'Maafkanlah, ayahku sedang demam', kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu.

Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah, 'Siapakah itu wahai anakku?'
'Tak tahulah ayahku, orang sepertinya baru sekali ini aku melihatnya,' tutur Fatimah lembut. Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu dengan pandangan yang menggetarkan.

Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang.

'Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malaikatul maut,' kata Rasulullah, Fatimah pun menahan ledakkan tangisnya. Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tidak ikut sama menyertainya.

Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini.

'Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?', tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah.
'Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu.
'Semua syurga terbuka lebar menanti kedatanganmu,' kata Jibril.

Tapi itu ternyata tidak membuatkan Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan. 'Engkau tidak senang mendengar khabar ini?', tanya Jibril lagi.
'Khabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?'
'Jangan khawatir, wahai Rasul ! Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: 'Kuharamkan syurga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya,' kata Jibril.
Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh Rasulullah ditarik.

Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang. 'Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini.'
Perlahan Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang disampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka.
'Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?'
Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu..
'Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal,' kata Jibril.

Sebentar kemudian terdengar Rasulullah mengaduh, karena sakit yang tidak tertahankan lagi..
'Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku.'
Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi.
Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, ! Ali segera mendekatkan telinganya. 'Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku'
'peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu.'

Diluar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan.
Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan.

'Ummatii, ummatii, ummatiii' - 'Umatku, umatku, umatku'
Dan, berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi sinaran itu.
Kini, mampukah kita mencintai sepertinya?
Allahumma sholli 'ala Muhammad wa baarik wa salim 'alaihi

Betapa cintanya Rasulullah kepada kita.


Monday 14 January 2013

Perintah untuk Tawadhu’ Dan Tawadhu' Dihadapan Kebenaran



Penulis: Al-Ustadz Abu Usamah bin Rawiyah An-Nawawi

Sikap merendah tanpa menghinakan diri- merupakan sifat yang sangat terpuji di hadapan Allah dan seluruh makhluk-Nya. Sudahkah kita memilikinya?

Merendahkan diri (tawadhu’) adalah sifat yang sangat terpuji di hadapan Allah dan juga di hadapan seluruh makhluk-Nya. Setiap orang mencintai sifat ini sebagaimana Allah dan Rasul-Nya mencintainya. Sifat terpuji ini mencakup dan mengandung banyak sifat terpuji lainnya.

Tawadhu’ adalah ketundukan kepada kebenaran dan menerimanya dari siapapun datangnya baik ketika suka atau dalam keadaan marah. Artinya, janganlah kamu memandang dirimu berada di atas semua orang. Atau engkau menganggap semua orang membutuhkan dirimu.

Lawan dari sifat tawadhu’ adalah takabbur (sombong), sifat yang sangat dibenci Allah dan Rasul-Nya. Rasulullah mendefinisikan sombong dengan sabdanya:
Kesombongan adalah menolak kebenaran dan menganggap remeh orang lain.” (ShahihHR. Muslim no. 91 dari hadits Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu)

Jika anda mengangkat kepala di hadapan kebenaran baik dalam rangka menolaknya, atau mengingkarinya berarti anda belum tawadhu’ dan anda memiliki benih sifat sombong.
Tahukah anda apa yang diperbuat Allah subhanahu wa ta’ala terhadap Iblis yang terkutuk? Dan apa yang diperbuat Allah kepada Fir’aun dan tentara-tentaranya? Kepada Qarun dengan semua anak buah dan hartanya? Dan kepada seluruh penentang para Rasul Allah? Mereka semua dibinasakan Allah subhanahu wa ta’ala karena tidak memiliki sikap tawadhu’ dan sebaliknya justru menyombongkan dirinya.

Tawadhu’ Dihadapan kebenaran

Menerima dan tunduk di hadapan kebenaran sebagai perwujudan tawadhu’ adalah sifat terpuji yang akan mengangkat derajat seseorang bahkan mengangkat derajat suatu kaum dan akan menyelamatkan mereka di dunia dan akhirat. 

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: “Negeri akhirat itu Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di muka bumi dan kesudahan yang baik bagi orang-orang yang bertakwa.” (Al-Qashash: 83) 

Fudhail bin Iyadh (seorang ulama generasi tabiin) ditanya tentang tawadhu’, beliau menjawab: “Ketundukan kepada kebenaran dan memasrahkan diri kepadanya serta menerima dari siapapun yang mengucapkannya.” (Madarijus Salikin, 2/329). 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidak akan berkurang harta yang dishadaqahkan dan Allah tidak akan menambah bagi seorang hamba yang pemaaf melainkan kemuliaan dan tidaklah seseorang merendahkan diri karena Allah melainkan akan Allah angkat derajatnya.” (Shahih, HR. Muslim no. 556 dari shahabat Abu Hurairah ) 

Ibnul Qayyim dalam kitab Madarijus Salikin (2/333) berkata: “Barangsiapa yang angkuh untuk tunduk kepada kebenaran walaupun datang dari anak kecil atau orang yang dimarahinya atau yang dimusuhinya maka kesombongan orang tersebut hanyalah kesombongan kepada Allah karena Allah adalah Al-Haq, ucapannya haq, agamanya haq. Al-Haq datangnya dari Allah dan kepada-Nya akan kembali. Barangsiapa menyombongkan diri untuk menerima kebenaran berarti dia menolak segala yang datang dari Allah dan menyombongkan diri di hadapan-Nya.” 

Perintah Untuk Tawadhu’

Dalam pembahasan masalah akhlak, kita selalu terkait dan bersandar kepada firman Allah subhanahu wa ta’ala:

Sungguh telah ada bagi kalian pada diri Rasul teladan yang baik.” (Al-Ahzab: 21)
Dalam hal ini banyak ayat yang memerintahkan kepada beliau untuk tawadhu’, tentu juga perintah tersebut untuk umatnya dalam rangka meneladani beliau.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu yaitu orang-orang yang beriman.” (Asy-Syu’ara: 215).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadaku agar kalian merendahkan diri sehingga seseorang tidak menyombongkan diri atas yang lain dan tidak berbuat zhalim atas yang lain.” (Shahih, HR Muslim no. 2588).

Demikianlah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengingatkan kepada kita bahwa tawadhu’ itu sebagai sebab tersebarnya persatuan dan persamaan derajat, keadilan dan kebaikan di tengah-tengah manusia sebagaimana sifat sombong akan melahirkan keangkuhan yang mengakibatkan memperlakukan orang lain dengan kesombongan.


Macam-macam Tawadhu’
Telah dibahas oleh para ulama sifat tawadhu’ ini dalam karya-karya mereka, baik dalam bentuk penggabungan dengan pembahasan yang lain atau menyendirikan pembahasannya.

Di antara mereka ada yang membagi tawadhu’ menjadi dua:
1. Tawadhu’ yang terpuji yaitu ke-tawadhu’-an seseorang kepada Allah dan tidak mengangkat diri di hadapan hamba-hamba Allah.
2. Tawadhu’ yang dibenci yaitu tawadhu’-nya seseorang kepada pemilik dunia karena menginginkan dunia yang ada di sisinya. (Bahjatun Nazhirin, 1/657).

Thursday 10 January 2013

Sabar dan Syukur


Allah memposisikan orang-orang yang sabar dalam posisi yang mulia, banyak dinyatakan didalam ayat-ayat Al qurán bahwa Allah bersama dengan orang-orang yang sabar, Allah mencintai orang-orang yang sabar.

Ada 3 macam sabar, yaitu:
1.      Sabar dalam ketaatan
2.      Sabar dalam kemaksiatan
Kedua sabar diatas terkait dengan ikhtiar, kemudian
3.      Sabar dalam menerima cobaan
Sering presepsi manusia berada pada point ini

Dan 3 macam tingkatan sabar:
1. Sabar untuk meninggalkan Hawa Nafsu setingkat dgn orang yang bertaubat
2. Sabar atas apa yang menimpa setingkat dgn orang yang Zuhud
3. Mencintai apa yang diperbuat Tuhan terhadap diri kita setingkat dengan orang yang Siddiq.

Bahkan ketika usaha kita untuk bersabar tidak dirasakan berat maka sdh termasuk SABAR

Penjabaran dari 3 macam sabar:
1. Sabar dalam Ketaatan
Pada dasarnya manusia memiliki 2 macam keadaan, yaitu:
- Sesuai dengan Hawa Nafsu Keadaan ini paling sulit u/ dikendalikan, shg kerap kali manusia menjadi melampui batas. Sabar dalam kesenangan lebih sulit dibandingkan ketka kita dalam keadaan sulit/ tertimpa musibah. Orang miskin lebih mudah bersabar dibandingkan orang kaya. Oleh karena itu harus bisa mengontrol diri
- Tdk sesuai dgn Hawa Nafsu Terkait dgn ikhtiar. Ketaatan merupakan lawan dr Hawa Nafsu, karena sebenarnya tabiat jiwa manusia tidak suka pada ubudiyah tapi lebih menyukai rubbubiyah.

2. Sabar dalam kemaksiatan
Hal ini juga terkait dgn ikhtiar manusia, seperti yang terdapat didalam Q.S. 16:90
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran’’.

Namun kemaksiatan itu sendiri pada dasarnya sesuai dengan dorongan Hawa Nafsu.

3. Sabar dalam menerima cobaan

Point ini terlepas dari ikhtiar manusia. Dalam sebuah Hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, ´´Sabar pada benturan pertama memiliki 900 tingkatan…“.

Sabar merupakan barang dagangan para Nabi. Dalam sebuah kisah Rasulullah menyuruh seorang ibu u/ bersabar atas kematian anaknya dimana ia meraung dan menangis menjerit. Namun ia malah berkata, “Engkau tidak mengerti kepedihanku“. Kemudian Rasulullah pergi. Dan salah seorang sahabat menegur ibu tsbt, ‘’Tahukah kau siapa yang barusan memberikanmu nasihat? Ia adalah Rasulullah’’. Kemudian ibu tsbt pergi mengejar Rasulullah dan mengatakan,’’Ya Rasulullah aku sabar, aku ridho’’. Tapi Rasulullah mengatakan,’’Sabar itu adalah pada benturan yang pertama’’.

‘’Tidaklah seorang hamba yang ditimpa musibah melainkan ia mengucapkan Innalillahi wa inna illaihi roojiún’’
(H.R. Muslim)

Derajat Sabar ialah dgn tidak ada kebencian (tidak mempertanyakan) terhadap musibah yang menimpa. Sehingga yang harus ditampakkan adalah RIDHO, bahwa semua yang terjadi adalah atas kehendak-Nya. Sabar yang baik adalah bila orang yang tertimpa musibah tersebut tidak diketahui oleh orang lain (ia tidak mengumbar perihal musibahnya tsbt ke orang lain). Dan tidak dikeluarkan dari kata sabar apabila dgn linangan air mata.

Allahlah yang menurunkan penyakit dan memberikannya obat. Setiap penyakit diperlukan ilmu dan amal. Agama dan ilmu merupakan jalan keluar dari setiap permasalahan yang ada.

Cara memperkuat/menumbuhkan sabar:
- Bermujahadah (bersungguh-sungguh); dengan pengetahuan yang kuat akan memperkuat agama dan iman
- Melatih dorongan Agama u/ melawan dorongan Hawa Nafsu; diperlukan PEMBIASAAN, seperti pembiasaan pada anak kecil juga dgn kekuatan agama

SYUKUR
Dalam sebuah hadist dikatakan:
`Sungguh hebat perkara orang mu´min, ketika diberi cobaan ia bersabar dan ketika diberi nikmat ia bersyukur`
Syukur berarti tidak hanya dalam hati mengakui tapi juga dalam ibadah dan amal perkataan.

Agar dapat bersyukur diperlukan:
1. Ilmu
2. Kondisi spiritual
3. Amal perbuatan

Pemberi segala nikmat adalah ALLAH, namun seringkali kita menganggap bahwa semua itu karena diri sendiri dan mengenyampingkan Allah. Bersyukur bukan tentang nikmat yang diberikan, tapi bersyukur kepada pemberi nikmat itu sendiri. Kita memberikan kegembiraan kita kepada pemberi nikmat akan nikmat tsbt. Namun seringkali syukur kita masih ditempatkan kepada nikmat & pemberian nikmat tsbt, bukan kepada ALLAH

Sumber: Tazkiyatun Nafs

Monday 7 January 2013

Al-Quran Sebagai Sumber Ilmu Pengetahuan


Al-Qur’an adalah Kalam Allah yang yang berupa mukjizat yang diturunkan oleh Allah kepada manusia, melalui Jibril, dengan perantara rasul terakhir Muhammad, berfungsi utama sebagai petunjukNya bagi manusia sebagai makhluk psikofisik yang bernilai ibadah bagi yang membacanya. Eksistensi dan keadaan manusia memang membutuhkan petunjukNya dalam menempun kehidupan di dunia. Tanpa petunjuk, manusia hidup tersesat yang berakhir tidak selamat (Rif’at Syauqi Nawawi, 2009: 203).

Manusia adalah mahluk yang lemah, maka manusia membutuhkan ilmu sebagai alat yang dipergunakan untuk memudahkan kehidupannya. Menurut Dodi Syihab (2010), karena Ilmu sebagai alat bagi manusia untuk mengetahui dan memahami sesuatu, dengan ilmu banyak manusia menjadi baik dan dengan ilmu itu juga banyak manusia menjadi rusak. Pada intinya ilmu tercipta dalam rangka mempermudah manusia untuk sampai kepada tujuan. Semakin banyak ilmu yang manusia miliki seharusnya semakin mempermudah dirinya melakukan sesuatu, namun hampir setiap manusia semakin banyak memiliki ilmu pengetahuan semakin sulit untuk mengerjakan sesuatu sehingga menyiksa dirinya, terkekang dengan pengetahuannya. Dengan demikian banyak manusia mencari ilmu yang tidak bisa dilakukan atau diamalkan, namun adajuga manusia yang memiliki ilmu dan diamalkan dalam kehidupan kesehariannya.

Manusia yang diberi anugrah akal yang membedakan manusia dengan mahluk ciptaan Allah yang lainnya, dengan akal manusia dapat mengetahui segalanya, tentang kehidupan, baik buruk, bahkan sampai mengetahui tentang adanya Allah melalui pencitaanNya, namun manusia tidak dapat mengetahui dan mengerti bagaimana cara dirinya dalam mendekatkan diri dengan Allah, bagaimana cara beribadah kepada Allah, mengenai kehidupan di akhirat, surga neraka dan lain sebagainya. Dengan demikian, manusia dengan akalnya tidak semua dapat diketahui, dalam hal ini, Allah menurunkan wahyu berupa Al-Qur’an sebagai penyempurna akal manusia, petunjuk bagi manusia dalam kehidupannya dan menjawab apa yang tidak dapat manusia ketahui tersebut.

FUNGSI AL-QUR’AN

Fungsi utama al-Qur’an yaitu sebagai hidayah (petunjuk) bagi manusia dalam mengelola hidupnya di dunia secara baik dan merupakan rahmat untuk alam semesta, disamping pembeda antara yang hak dan batil, juga sebagai penjelas terhadap segala sesuatu, akhlak, moralitas, dan etika-etika yang patut dipraktekkan manusia dalam kehidupan mereka. Penerapan ajaran Tuhan itu akan membawa dampak positif bagi manusia sendiri.

Disamping fungsi utama, hidayah Tuhan, juga memiliki fungsi-fungsi lain yang tidak kalah pentingnya, yaitu sebagai mu’jizat Nabi Muhammad saw untuk membuktikan bahwa ia adalah Nabi dan rasul Tuhan, dan bahwa al-Qur’an adalah firmanNya bukan ucapan atau ciptaan Muhammad sendir.

Juga sebagai hakim pemutus yang diberi wewenang oleh Allah guna memberikan keputusan pamungkas mengenai berbagai masalah yang diperselisihkan di kalangan para pemimpin agama dari pelbagai macam agama. Dan juga sebagai penguat terhadap kebenaran kitab-kitab terdahulu sebelum al-Qur’an dan kebenaran para nabi dan rasul sebelum Nabi Muhammad saw.

Disamping itu, fungsi al-Qur’an adalah sebagai keterangan yang jelas, sebagai pelajaran yang baik bagi orang-orang yang bertakwa (Ali Imran:138) dan sebagai penyembuh (syifa) serta rahmat bagi orang beriman (Yunus:57).

Terkait dengan fungsi al-Qur’an sebagai petunjuk, ulama-ulama tafsir mencurahkan perhatian yang besar untuk lebih mengedepankan fungsi itu, Muhammad Abduh  yang dikutip oleh Rif’at Syauqi Nawawi, memberikan perhatiannya yang begitu besar terhadap segi hidayah al-Qur’an, beliau mengatakan kelemahan dan kemunduran umat Islam serta hilangnya kejayaan mereka di masa silam adalah karena mereka berpaling dari petunjuk al-Qur’an. Untuk memperoleh kejayaan, kepemimpinan dan kehormatan hidup, menurutnya jalan yang harus ditempuh ialah kembali kepada petunjuk al-Qur’an dan berpegang teguh kepadanya, umat Islam tidak hanya mengimani al-Qur’an sebagai kitab suci melainkan melaksanakan apa yang telah diajarkan al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari dalam wujud perbuatan nyata. (Rif’at Syauqi Nawawi, 2009: 203-206).

KEMUKJIZATAN AL-QUR’AN

Al-Qur’an sebagai mu’jizat Nabi Muhammad saw yang besifat Logis dan Rasional, hal ini sejalan dengan tingkat perkembangan pengetahuan dan peradaban manusia, dari yang dulunya tenggelam dalam mitos dan kebodohan menuju era yang semakin maju, logis dan rasional. Mu’jizat Nabi Muhammad saw selalu menantang nalar dan logika untuk mengkaji dan membuktikan kebenarannya.

Kemukjizatannya akan selalu terungkap sejalan dengan perkembangan pengetahuan, peradaban dan kemampuan nalar manusia, disamping paparannya logis dan rasional, ia juga tidak pernah musnah dan tergantikan meskipun waktu dan tempat yang selalu berubah (Yusuf Ahmad, 2009: 27-28).

Adapun garis besar isi kandungan dalam al-Qur’an meliputi:
  1. Akidah
Ilmu yang mengajarkan manusia mengenai kepercayaan yang pasti wajib dimiliki oleh setiap orang di dunia. Al-qur’an mengajarkan akidah tauhid kepada kita yaitu menanamkan keyakinan  terhadap Allah SWT yang satu, yang tidak pernah tidur dan tidak beranak-pinak.
  1. Ibadah
Menurut bahasa adalah taat, tunduk, ikut atau nurut. Sedangkan menurut pengertian Fuqaha, ibadah adalah segala bentuk ketaatan yang dijalankan atau dikerjakan untuk mendapatkan ridha Allah SWT. Bentuk ibadah dalam ajaran agama Islam yakni seperti yang tercantum dalam rukun Islam.
  1. Akhlak
Perilaku yang dimiliki manusia, baik akhlak yang terpuji (akhlakul karimah) maupun tercela (akhlakul madzmumah). Allah SWT mengutus Nabi Muhammad SAW untuk memperbaiki akhlak manusia. Setiap manusia harus mengikuti apa yang diperintahkan-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
  1. Hukum-hukum
Hukum yang ada dalam Al-Qur’an adalah memberi perintah kepada orang yang beriman untuk mengadili dan memberikan penjatuhan hukuman pada sesama manusia yang terbukti bersalah. Hukum dalam Islam berdasarkan Al-Qur’an ada beberapa jenis seperti  Jinayat, Mu’amalat,  Munakahat, Faraidh dan Jihad.
  1. Peringatan (tadzkir)
Sesuatu yang memberi peringatan kepada manusia akan ancaman Allah SWT berupa siksa neraka atau waa’id, maupun berupa kabar gembira bagi orang-orang yang beriman kepada-Nya dengan balasan berupa nikmat surga Jannah atau waa’ad. Disamping itu ada pula gambaran yang menyenangkan di dalam Al-Qur’an yang disebut Targhib dan kebalikannya ganbaran yang menakutkan yang disebut Tahrib.
  1. Sejarah atau kisah
Cerita mengenai orang-orang terdahulu baik yang mendapatkan kejayaan akibat taat kepada Allah SWT serta ada juga yang mengalami kebiasaan akibat tidak taat atau ingkar kepada Allah SWT.  Dari sejarah itu dapat diambil hikmah dalam menjalankan kehidupan sehari-hari atau dengan istilah lain disebut ikhbar.
  1. Dorongan untuk berfikir
Didalam Al-Qur’an banyak ayat-ayat yang mengulas suatu bahasan yang memerlukan pemikiran manusia untuk mendapatkan manfaat dan juga membuktikan kebenarannya, terutama mengenai alam semesta. Inilah yang akan kita kaji pada pembahasan selanjutnya.

ILMU PENGETAHUAN DALAM AL-QUR’AN

Menurut Yusuf Ahmad (2009), ilmu dalam Islam adalah ibadah, ibadah secara etimologi berarti “merendahkan diri” dan secara istilah adalah tunduk kepada Allah swt atas apa yang Dia perintahkan dan Dia larang. Sedangkan ilmu dalam bahasa berarti mengungkap sesuatu untuk mengetahui hakikatnya.

Manusia adalah mahluk yang paling utama dimuka bumi dibekali dengan akal dan indera agar mengetahui dan mengenal-Nya, mengetahui dan mengenal Allah adalah dengan memahami jejak-jejak penciptaan-Nya, menghayati keindahan ciptaan-Nya dan merasakan keagungan ayat-ayatNya, mereka yang mampu melakukan semua itu adalah orang-orang yang memiliki pengetahuan luas.

Di dalam ayat-ayat al-Qur’an banyak dijelaskan tentang ilmu-ilmu pengetahuan, diantaranya:
  1. Manusia mengembangkan studi ilmu alam, fenomena-fenomena alam dan hasil penelitian manusia tidaklah melenceng seperti apa yang diterangkan dalam al-Qur’an, manusia meneliti tentang bentuk muka bumi dan segala yang berada diatasnya seperti gunung-gunung dan sungai-sungai (QS. An-Nahl: 15, An-Naba’: 6-7), al-Qur’an juga memaparkan tentang laut dan segala sesuatu yang terdapat didalamnya (QS. An-Nahl: 14, Fathir: 12, al-Furqan: 53, ar-Rahman: 19-21), al-Qur’an menjelaskan fenomena alam di langit dan hubungannya dengan bumi (QS. Ar-Rum: 24, ar-Ra’d: 12-13).
  2. Manusia menemukan ilmu tentang perbintangan / astronomi, namun al-Qur’an sudah jauh menjelaskan tentang hal itu, seperti al-Qur’an menyebutkan langit yang dipenuhi oleh bintang dan Planet (QS. Al-Hijr: 16), bintang sebagai petunjuk bagi manusia (QS. Al-An’am: 97), Matahari dan bulan serta menjelaskan hubungannya dengan bumi dan kehidupan manusia (QS. Yunus: 5, al-Isra: 12, Fathir: 13).
  3. Manusia mengembangkan Ilmu Botani (tumbuh-tumbuhan), dan al-Qur’an menerangkan tentang air dan tumbuh-tumbuhan serta hubungan antara keduanya dengan kehidupan manusia dan binatang (QS. As-Sajdah: 27), menjelaskan tumbuhan dan masanya (QS. az-Zumar: 21), menjelaskan macam-macam buah (QS. Al-An’am: 141, an-Nahl: 10-11).
  4. Manusia mengembangkan ilmu Biologi, dan al-Qur’an menjelaskan asal kehidupan binatang dan jenis-jenisnya (QS. An-Nur: 45), menjelaskan proses kehidupan manusia dan tahapannya (QS. Al-Mu’minun: 12-14, al-Hajj: 5).
  5. Al-Qur’an menyebutkan tentang kesehatan dengan melarang makan dan minum berlebihan (QS. Al-A’raf: 31) kemudian disusunlah Ilmu tentang Kedokteran.
  6. Kemudian al-Qur’an menjelaskan semua (point 1-5) dalam satu ayat secara ilmiah, seperti QS. Al-Baqarah: 164, dan al-Jatsiah: 3-5.
  7. Al-Qur’an mengajak manusia untuk melakukan perjalanan (petualangan) di muka bumi melalui darat atau laut agar bisa saling mengenal secara lebih dekat antara berbagai suku, bangsa-bangsa dan kelompok yang ada di bumi (QS. Al-Hujurat: 13).
  8. Al-Qur’an mendorong manusia untuk menceritakan tentang kisah-kisah kaum dan suku bangsa terdahulu dengan tujuan untuk mengungkap kejadian yang mereka alami (QS. Ar-Rum: 9, Ali Imran: 137, al-Ankabut: 20), maka kemudian disusunlah ilmu geografi dan sejarah.
Berdasarkan itu semua, jika kita mau menjadi ilmuwan maka harus memahami al-Qur’an dengan ilmu tafsir yang ditunjang oleh kaidah bahasa dan garamatika arab, disamping itu dibekali dengan ilmu logika , mengetahui kandungan hukumnya berdasarkan ilmu fikih didukung oleh kajian ilmu ushul, mengungkap fenomena langit dengan ilmu astronomi, memahami bumi serta isinya dengan disiplin ilmu alam dan geologi dan juga melakukan observasi dimuka bumi untuk menemukan jalur antara berbagai tempat dan daerah dengan geografi, merekontruksi peristiwa-peristiwa masa lampau dan meneliti kisah-kisah dengan ilmu sejarah dan mengetahui berbagai macam penyakit dan kesehatan dengan kedokteran.

Oleh karena itu, maka tidak heran apabila banyak tokoh-tokoh ilmuwan muslim yang banyak ahli diberbagai disiplin ilmu, seperti:
  1. Yakub al-Kindi dan Abu Bakar ar-Razi adalah pakar kedokteran, filsafat, astronomi, kimia dan music.
  2. Ibnu Sina adalah seorang filsuf, dokter, ahli fikih dan penyair.
  3. Al-Farabi ahli dibidang filsafat, musik, dan kedokteran.
  4. Al-Biruni ahli dibidang astronomi, filsafat, matematika dan geografi.
  5. Abu Hanifah ad-Dainuri ahli dibidang astronomi dan matematika, juga bidang botani.
  6. Ibnu an-Nafis ahli kedokteran, ushul dan hadits.
  7. Az-Zamakhsyari, ahli tafsir dan geografi, bahasa dan sastra.

KESIMPULAN

Al-Qur’an merupakan mukjizat yang diberikan oleh Allah kepada Rasul Muhammad saw sebagai penguat kenabiannya, yang berfungsi sebagai petunjuk dan memberikan pedoman bagi kehidupan manusia menuju kejalan yang benar, disamping itu juga al-Qur’an mengajarkan dan mendorong manusia untuk berfikir logis dan rasional, menggunakan daya akalnya untuk mengungkapkan segala keagungan Tuhan yang dapat dilihat dan diteliti melalui penciptaan-Nya.

Maka dari itu tak heran apabila kaum muslimin setelah sepeninggalan Rasulullah, banyak mengkaji al-Qur’an dan Sunnah dalam kehidupannya sehingga jaya dan terangkatlah derajat umat muslim dan menjadikannya umat yang paling maju yang pernah dialami dalam sejarah dunia.

Terdapat banyak ayat-ayat dalam al-Qur’an yang berisi tentang Ilmu pengetahuan yang bersifat Ilmiyah dan sesuai atau selaras dengan hasil penelitian manusia zaman sekarang, sehingga terbuktilah kebenaran dan kemukjizatan al-Qur’an.


Thursday 3 January 2013

Keutamaan Membaca Al-Qur'an


Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi,– Agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.” (Faathir: 29-30)

Syaikh Ibnu ‘Utsaimin menjelaskan bahwa membaca kitab Allah ada dua macam:
Pertama, membaca hukmiyyah,
yakni membenarkan berita-berita yang ada dan melaksanakan hukumnya dengan menjalankan perintahnya dan menjauhi larangannya.
Kedua, membaca lafzhiyyah,
yakni membaca lafaznya. Telah datang nas-nas yang cukup banyak menerangkan tentang keutamaannya, baik membaca secara umum isi Al Qur’an, surat tertentu maupun ayat tertentu (lih. Majaalis Syahri Ramadhan, tentang Fadhlu tilaawatil Qur’aan).

Keutamaan membaca Al Qur’an

Berikut ini akan kami sebutkan keutamaan membaca Al Qur’an:

1.    Sebaik-baik manusia adalah orang yang belajar Al Qur’an dan mengajarkannya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَه

“Sebaik-baik kamu adalah orang yang belajar Al Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari)
Hal itu dikarenakan Al Qur’an adalah firman Allah Rabbul ‘aalamin. Al Qur’an merupakan ilmu yang paling utama dan paling mulia, oleh karena itu orang yang mempelajari dan mengajarkannya adalah orang yang terbaik di sisi Allah Ta’ala.

2.    Al Qur’an adalah sebaik-baik ucapan

Allah Azza wa Jalla berfirman:

“Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Quran.” (Terj. Az Zumar: 23)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

« أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ »

“Amma ba’du, sesungguhnya sebaik-baik ucapan adalah kitab Allah, sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad, seburuk-buruk urusan adalah perbuatan yang diada-adakan (dalam agama) dan semua bid’ah adalah sesat.” (HR. Muslim)
Imam Syafi’i dan ulama lainnya berpendapat bahwa membaca Al Qur’an merupakan dzikr yang paling utama.

3.    Orang yang mahir membaca Al Qur’an akan bersama para malaikat

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

الْمَاهِرُ بِالْقُرْآنِ مَعَ السَّفَرَةِ الْكِرَامِ الْبَرَرَةِ وَالَّذِي يَقْرَأُ الْقُرْآنَ وَيَتَتَعْتَعُ فِيهِ وَهُوَ عَلَيْهِ شَاقٌّ لَهُ أَجْرَانِ

 “Orang yang lancar membaca Al Qur’an akan bersama malaikat utusan yang mulia lagi berbakti, sedangkan orang yang membaca Al Qur’an dengan tersendat-sendat lagi berat, maka ia akan mendapatkan dua pahala.” (HR. Muslim)
Orang yang tersendat-sendat dalam membaca Al Qur’an mendapatkan dua pahala adalah hasil dari membaca Al Qur’an dan karena telah bersusah payah untuknya.

4.    Orang yang membaca Al Qur’an diibaratkan seperti buah utrujjah yang luarnya wangi dan dalamnya manis.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَثَلُ الْمُؤْمِنِ الَّذِي يَقْرَأُ الْقُرْآنَ كَمَثَلِ الْأُتْرُجَّةِ رِيحُهَا طَيِّبٌ وَطَعْمُهَا طَيِّبٌ وَمَثَلُ الْمُؤْمِنِ الَّذِي لَا يَقْرَأُ الْقُرْآنَ كَمَثَلِ التَّمْرَةِ لَا رِيحَ لَهَا وَطَعْمُهَا حُلْوٌ وَمَثَلُ الْمُنَافِقِ الَّذِي يَقْرَأُ الْقُرْآنَ مَثَلُ الرَّيْحَانَةِ رِيحُهَا طَيِّبٌ وَطَعْمُهَا مُرٌّ وَمَثَلُ الْمُنَافِقِ الَّذِي لَا يَقْرَأُ الْقُرْآنَ كَمَثَلِ الْحَنْظَلَةِ لَيْسَ لَهَا رِيحٌ وَطَعْمُهَا مُرٌّ (البخاري)

“Perumpamaan orang mukmin yang membaca Al Qur’an adalah seperti buah utrujjah; aromanya wangi dan rasanya enak. Orang mukmin yang tidak membaca Al Qur’an adalah seperti buah kurma; tidak ada wanginya, tetapi rasanya manis. Orang munafik yang membaca Al Qur’an adalah seperti tumbuhan raihaanah (kemangi); aromanya wangi tetapi rasanya pahit, sedangkan orang munafik yang tidak membaca Al Qur’an adalah seperti tumbuhan hanzhalah; tidak ada wanginya dan rasanya pahit.” (HR. Bukhari-Muslim)

5.    Al Qur’an akan memberi syafa’at kepada pembacanya

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

اقْرَءُوا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيعًا لِأَصْحَابِهِ

“Bacalah Al Qur’an, karena ia akan datang pada hari kiamat memberikan syafa’at kepada pembacanya.” (HR. Muslim)

6.    Membaca satu atau dua ayat Al Qur’an lebih baik daripada memperoleh satu atau dua ekor unta yang besar

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda kepada para sahabat:

« أَيُّكُمْ يُحِبُّ أَنْ يَغْدُوَ كُلَّ يَوْمٍ إِلَى بُطْحَانَ أَوْ إِلَى الْعَقِيقِ فَيَأْتِىَ مِنْهُ بِنَاقَتَيْنِ كَوْمَاوَيْنِ فِى غَيْرِ إِثْمٍ وَلاَ قَطْعِ رَحِمٍ » . فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ نُحِبُّ ذَلِكَ . قَالَ « أَفَلاَ يَغْدُو أَحَدُكُمْ إِلَى الْمَسْجِدِ فَيَعْلَمَ أَوْ يَقْرَأَ آيَتَيْنِ مِنْ كِتَابِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ خَيْرٌ لَهُ مِنْ نَاقَتَيْنِ وَثَلاَثٌ خَيْرٌ لَهُ مِنْ ثَلاَثٍ وَأَرْبَعٌ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَرْبَعٍ وَمِنْ أَعْدَادِهِنَّ مِنَ الإِبِلِ » .

“Siapakah di antara kalian yang suka berangkat pagi setiap hari ke Bathhan atau ‘Aqiq dan pulangnya membawa dua unta yang besar punuknya tanpa melakukan dosa dan memutuskan tali silaturrahim?” Para sahabat menjawab, “Wahai Rasulullah, kami suka hal itu.” Beliau bersabda: “Tidak adakah salah seorang di antara kamu yang pergi ke masjid, lalu ia belajar atau membaca dua ayat Al Qur’an? Yang sesungguhnya hal itu lebih baik daripada memperoleh dua ekor unta, tiga ayat lebih baik daripada tiga ekor unta, empat ayat lebih baik daripada empat ekor unta dan (jika lebih) sesuai jumlah itu dari beberapa ekor unta.” (HR. Muslim)

7.    Rahmat dan ketentraman akan turun ketika berkumpul membaca Al Qur’an

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوْتِ اللهِ يَتْلُوْنَ كِتَابَ اللهِ وَيَتَدَارَسُوْنَهُ بَيْنَهُمْ إِلاَّ نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِيْنَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ وَذَكَرَهُمُ اللهُ فِيْمَنْ عِنْدَهُ

“Tidaklah berkumpul sebuah kaum di salah satu rumah Allah, mereka membaca kitab Allah dan mempelajarinya, kecuali akan turun ketentraman kepada mereka, diliputi oleh rahmat, dikelilingi oleh para malaikat dan Allah akan menyebut mereka ke hadapan makhluk di sisi-Nya.” (HR. Muslim)

8.    Karena kemuliaan Al Qur’an, tidak pantas bagi yang telah menghapalnya mengatakan “Saya lupa ayat ini dan itu”, tetapi hendaknya mengatakan “Ayat ini telah terlupakan.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لا يقُلْ أحْدُكم نِسيَتُ آية كَيْتَ وكيْتَ بل هو نُسِّيَ

“Janganlah salah seorang di antara kamu berkata: “Saya lupa ayat ini dan ini”, bahkan ayat itu telah dilupakan.” (HR. Muslim)
Syaikh Ibnu ‘Utsaimin berkata, “Hal itu karena ucapan “saya lupa” terkesan adanya sikap tidak peduli dengan ayat Al Qur’an yang dihapalnya sehingga ia pun melupakannya.”

9.    Membaca satu huruf Al Qur’an akan memperoleh sepuluh kebaikan

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا لَا أَقُولُ الم حَرْفٌ وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلَامٌ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرْفٌ

“Barang siapa yang membaca satu huruf dari kitab Allah, maka ia akan mendapatkan satu kebaikan dengan huruf itu, dan satu kebaikan akan dilipatgandakan menjadi sepuluh. Aku tidaklah mengatakan Alif Laam Miim itu satu huruf, tetapi alif satu huruf, lam satu huruf dan Mim satu huruf.” (HR. Tirmidzi)

10. Al Qur’an merupakan tali Allah

Ali bin Abi Thalib berkata, “Al Qur’an adalah Kitabullah, di dalamnya terdapat berita generasi sebelum kalian, berita yang akan terjadi setelah kalian dan sebagai hukum di antara kalian. Al Qur’an adalah keputusan yang serius bukan main-main, barang siapa meninggalkannya dengan sombong pasti dibinasakan Allah, barang siapa mencari petunjuk kepada selainnya pasti disesatkan Allah. Dialah tali Allah yang kokoh,  peringatan yang bijaksana dan jalan yang lurus. Dengan Al Qur’an hawa nafsu tidak akan menyeleweng dan lisan tidak akan rancu.

Para ulama tidak akan merasa cukup (dalam membacanya dan mempelajarinya), Al Qur’an tidak akan usang karena banyak pengulangan, dan tidak akan habis keajaibannya. Dialah Al Qur’an, di mana jin tidak berhenti mendengarnya sehingga mereka mengatakan; “Sungguh kami mendengar Al- Qur’an yang penuh keajaiban, menunjukkan ke jalan lurus, maka kami beriman kepadanya”. Barang siapa yang berkata dengannya pasti benar, barang siapa beramal dengannya pasti diberi pahala, barang siapa berhukum dengannya pastilah adil dan barangsiapa mengajak kepadanya pastilah ditunjuki ke jalan yang lurus.”

11. Pembaca Al Qur’an akan ditinggikan derajatnya

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

يُقَالُ لِصَاحِبِ الْقُرْآنِ اقْرَأْ وَارْتَقِ وَرَتِّلْ كَمَا كُنْتَ تُرَتِّلُ فِي الدُّنْيَا فَإِنَّ مَنْزِلَتَكَ عِنْدَ آخِرِ آيَةٍ تَقْرَأُ بِهَا

“Akan dikatakan kepada pembaca Al Qur’an “Bacalah dan naiklah (ke derajat yang tinggi), serta tartilkanlah sebagaimana kamu mentartilkannya ketika di dunia, karena kedudukanmu pada akhir ayat yang kamu baca.” (Hasan shahih, HR. Tirmidzi)

12. Dengan Al Qur’an, Allah meninggikan suatu kaum dan dengannya pula Allah merendahkan suatu kaum

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ اللَّهَ يَرْفَعُ بِهَذَا الْكِتَابِ أَقْوَامًا وَيَضَعُ بِهِ آخَرِينَ

“Sesungguhnya Allah meninggikan suatu kaum karena Al Qur’an ini dan merendahkan juga karenanya.” (HR. Muslim)
Yakni bagi orang yang mempelajari Al Qur’an dan mengamalkan isinya, maka Allah akan meninggikannya. Sebaliknya, bagi orang yang mengetahuinya, namun malah mengingkarinya, maka Allah akan merendahkannya.

13. Orang yang membaca Al Qur’an secara terang-terangan seperti bersedekah secara terang-terangan

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

اَلْجَاهِرُ بِالْقُرْآنِ كَالْجَاهِرِ بِالصَّدَقَةِ وَ الْمُسِرُّ بِالْقُرْآنِ كَالْمُسِرِّ بِالصَّدَقَةِ

“Orang yang membaca Al Qur’an terang-terangan seperti orang yang bersedekah terang-terangan, dan orang yang membaca Al Qur’an secara tersembunyi seperti orang yang bersedekah secara sembunyi.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi dan Nasa’i, lihat Shahihul Jaami’: 3105)
Oleh karena itu, bagi orang yang khawatir riya’ lebih utama membacanya secara sembunyi. Namun jika tidak khawatir, maka lebih utama secara terang-terangan.

14. Para penghapal Al Qur’an dimuliakan oleh Islam

Di antara bentuk pemuliaan Islam kepada mereka adalah:
1.   Mereka lebih berhak diangkat menjadi imam.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Hendaknya yang mengimami suatu kaum itu orang yang paling banyak (hapalan) terhadap Kitab Allah Ta’ala (Al Qur’an). Jika mereka sama dalam hapalan, maka yang lebih mengetahui tentang Sunnah. Jika mereka sama dalam pengetahuannya tentang sunnah, maka yang paling terdepan hijrahnya. Jika mereka sama dalam hijrahnya, maka yang paling terdepan masuk Islamnya –dalam riwayat lain disebutkan “Paling tua umurnya”-, janganlah seorang mengimami orang lain dalam wilayah kekuasaannya, dan janganlah ia duduk di tempat istimewa yang ada di rumah orang lain kecuali dengan izinnya.” (HR. Muslim)

2.   Mereka lebih didahulukan dimasukkan ke dalam liang lahad, jika banyak orang yang meninggal.
Pada saat perang Uhud banyak para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang gugur, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan agar yang lebih didahulukan dimasukkan ke liang lahad adalah para penghapal Al Qur’an.

3.   Berhak mendapatkan penghormatan di masyarakat
Oleh karena itu, di zaman Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu, para penghapal Al Qur’an duduk di majlis musyawarahnya.

4.   Berhak diangkat menjadi pimpinan safar
Imam Tirmidzi meriwayatkan –dan dia menghasankannya- bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengirim utusan beberapa orang, lalu Beliau meminta masing-masing untuk membacakan Al Qur’an, maka mereka pun membacakan Al Qur’an. Ketika itu ada anak muda yang ternyata lebih banyak hapalannya, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya: “Surat apa saja yang kamu hapal, wahai fulan?” ia menjawab: “Saya hapal surat ini, itu dan surat Al Baqarah.” Beliau berkata: “Apakah kamu hapal surat Al Baqarah?” ia menjawab: “Ya.” Maka Beliau bersabda: “Berangkatlah, kamulah ketuanya.”

Ketika itu ada seorang yang terkemuka di antara mereka berkata: “Demi Allah, tidak ada yang menghalangiku untuk mempelajari surat Al Baqarah selain karena khawatir tidak sanggup mengamalkannya.”

Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

تَعَلَّمُوا الْقُرْآنَ، وَاقْرَأُوْهُ فَاِنَّ مَثَلُ الْقُرْآنِ لِمَنْ تَعَلَّمَهُ فَقَرَأَهُ وَقَامَ بِهِ كَمَثَلِ جِرَابٍ مَحْشُوٍّ مِسْكًا يَفُوْحُ رِيْحُهُ فِي كُلِّ مَكَانٍ، وَمَنْ تَعَلَّمَهُ فَيَرْقُدُ وَهُوَ فِي جَوْفِهِ كَمَثَلِ جِرَابٍ أُوْكِىَ عَلَى مِسْكٍ

“Pelajarilah Al Qur`an dan bacalah, karena perumpamaan Al Qur`an bagi orang yang mempelajarinya kemudian membacanya seperti kantong yang penuh dengan minyak wangi, dimana wanginya semerbak ke setiap tempat, dan perumpamaan orang yang mempelajarinya kemudian tidur (tidak mengamalkannya) padahal Al Qur`an ada di hatinya seperti kantong yang berisi minyak wangi namun terikat.”

15. Tanda cinta kepada Allah adalah mencintai Al Qur’an
Ibnu Mas’ud berkata, “Barang siapa yang ingin dicintai Allah dan Rasul-Nya, maka perhatikanlah: “Jika ia mencintai Al Qur’an, berarti ia mencintai Allah dan Rasul-Nya.” (HR. Thabraniy dengan isnad, di mana para perawinya tsiqah)
Utsman bin ‘Affan berkata, “Kalau sekiranya hati kita bersih, tentu tidak akan kenyang (membaca) kitabullah.”