Penulis: Al-Ustadz Abu Usamah bin Rawiyah An-Nawawi
Sikap merendah tanpa
menghinakan diri- merupakan sifat yang sangat terpuji di hadapan Allah dan
seluruh makhluk-Nya. Sudahkah kita memilikinya?
Merendahkan diri (tawadhu’)
adalah sifat yang sangat terpuji di hadapan Allah dan juga di hadapan seluruh
makhluk-Nya. Setiap orang mencintai sifat ini sebagaimana Allah dan Rasul-Nya
mencintainya. Sifat terpuji ini mencakup dan mengandung banyak sifat terpuji
lainnya.
Tawadhu’ adalah ketundukan kepada
kebenaran dan menerimanya dari siapapun datangnya baik ketika suka atau dalam
keadaan marah. Artinya, janganlah kamu memandang dirimu berada di atas semua
orang. Atau engkau menganggap semua orang membutuhkan dirimu.
Lawan dari sifat tawadhu’ adalah takabbur (sombong),
sifat yang sangat dibenci Allah dan Rasul-Nya. Rasulullah mendefinisikan
sombong dengan sabdanya:
“Kesombongan adalah menolak kebenaran dan menganggap remeh orang lain.” (Shahih, HR. Muslim no. 91 dari hadits Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu)
“Kesombongan adalah menolak kebenaran dan menganggap remeh orang lain.” (Shahih, HR. Muslim no. 91 dari hadits Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu)
Jika anda mengangkat kepala
di hadapan kebenaran baik dalam rangka menolaknya, atau mengingkarinya berarti
anda belum tawadhu’ dan anda memiliki benih sifat sombong.
Tahukah anda apa yang
diperbuat Allah subhanahu wa ta’ala terhadap Iblis yang
terkutuk? Dan apa yang diperbuat Allah kepada Fir’aun dan tentara-tentaranya?
Kepada Qarun dengan semua anak buah dan hartanya? Dan kepada seluruh penentang
para Rasul Allah? Mereka semua dibinasakan Allah subhanahu wa
ta’ala karena tidak memiliki sikap tawadhu’ dan
sebaliknya justru menyombongkan dirinya.
Tawadhu’ Dihadapan kebenaran
Menerima dan tunduk di
hadapan kebenaran sebagai perwujudan tawadhu’ adalah sifat terpuji yang akan
mengangkat derajat seseorang bahkan mengangkat derajat suatu kaum dan akan
menyelamatkan mereka di dunia dan akhirat.
Allah subhanahu wa ta’ala
berfirman: “Negeri akhirat itu Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak
menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di muka bumi dan kesudahan yang baik
bagi orang-orang yang bertakwa.” (Al-Qashash: 83)
Fudhail bin Iyadh (seorang
ulama generasi tabiin) ditanya tentang tawadhu’, beliau menjawab: “Ketundukan
kepada kebenaran dan memasrahkan diri kepadanya serta menerima dari siapapun
yang mengucapkannya.” (Madarijus Salikin, 2/329).
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda: “Tidak akan berkurang harta yang dishadaqahkan
dan Allah tidak akan menambah bagi seorang hamba yang pemaaf melainkan
kemuliaan dan tidaklah seseorang merendahkan diri karena Allah melainkan akan
Allah angkat derajatnya.” (Shahih, HR. Muslim no. 556 dari shahabat Abu
Hurairah )
Ibnul Qayyim dalam kitab
Madarijus Salikin (2/333) berkata: “Barangsiapa yang angkuh untuk tunduk
kepada kebenaran walaupun datang dari anak kecil atau orang yang dimarahinya
atau yang dimusuhinya maka kesombongan orang tersebut hanyalah kesombongan
kepada Allah karena Allah adalah Al-Haq, ucapannya haq, agamanya haq. Al-Haq
datangnya dari Allah dan kepada-Nya akan kembali. Barangsiapa menyombongkan
diri untuk menerima kebenaran berarti dia menolak segala yang datang dari Allah
dan menyombongkan diri di hadapan-Nya.”
Perintah Untuk Tawadhu’
Dalam pembahasan masalah akhlak, kita
selalu terkait dan bersandar kepada firman Allah subhanahu wa ta’ala:
“Sungguh telah ada bagi kalian pada diri Rasul teladan yang baik.” (Al-Ahzab: 21)
Dalam hal ini banyak ayat yang memerintahkan kepada beliau
untuk tawadhu’, tentu juga perintah tersebut untuk umatnya dalam rangka
meneladani beliau.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu yaitu orang-orang yang beriman.” (Asy-Syu’ara: 215).
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu yaitu orang-orang yang beriman.” (Asy-Syu’ara: 215).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadaku agar kalian merendahkan diri sehingga seseorang tidak menyombongkan diri atas yang lain dan tidak berbuat zhalim atas yang lain.” (Shahih, HR Muslim no. 2588).
Demikianlah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengingatkan
kepada kita bahwa tawadhu’ itu sebagai sebab tersebarnya persatuan
dan persamaan derajat, keadilan dan kebaikan di tengah-tengah manusia
sebagaimana sifat sombong akan melahirkan keangkuhan yang mengakibatkan
memperlakukan orang lain dengan kesombongan.
Macam-macam Tawadhu’
Telah dibahas oleh para ulama sifat tawadhu’ ini dalam karya-karya mereka, baik dalam bentuk penggabungan
dengan pembahasan yang lain atau menyendirikan pembahasannya.
Di
antara mereka ada yang membagi tawadhu’ menjadi dua:
1. Tawadhu’ yang terpuji yaitu ke-tawadhu’-an seseorang kepada Allah dan tidak mengangkat diri di hadapan hamba-hamba Allah.
2. Tawadhu’ yang dibenci yaitu tawadhu’-nya seseorang kepada pemilik dunia karena menginginkan dunia yang ada di sisinya. (Bahjatun Nazhirin, 1/657).
1. Tawadhu’ yang terpuji yaitu ke-tawadhu’-an seseorang kepada Allah dan tidak mengangkat diri di hadapan hamba-hamba Allah.
2. Tawadhu’ yang dibenci yaitu tawadhu’-nya seseorang kepada pemilik dunia karena menginginkan dunia yang ada di sisinya. (Bahjatun Nazhirin, 1/657).
No comments:
Post a Comment